Sabtu, 01 Desember 2012

IMPIAN SANG SILENTER

THE SIGNS OF THE DREAMS #2 : IMPIAN SANG SILENTER
Karya Avans Cross Lines
Aku tidak tahu apa yang aku inginkan jika aku dihadapkan pada dua pilihan yang bagi orang lain mungkin tak perlu berpikir untuk memilihnya.
Pertama, hidup bahagia, memiliki seorang kekasih yang setia, pengertian, mencintai kita apa adanya, dan menerima segala kekurangan yang kita miliki.

Kedua, hidup bahagia, namun menjadi pejaka selamanya. Tanpa wanita. Tanpa hasrat. Kita bebas dengan diri kita sendiri tanpa terikat oleh suatu tanggung jawab yang harus dijalani.
Kebanyakan orang akan memilih pilihan pertama tanpa perlu berlama-lama. Semua orang menginginkan hal itu. Tapi bagiku, butuh waktu untuk memilih salah satu diantara kedua itu. Karena orang lain tak akan menjamin bahwa hidup kita akan bahagia selamanya.
Entah apa yang terjadi dengan duniaku. Malam itu aku terbangun dari tidurku. Tapi aku heran dengan tempat itu. Aku tak mengenalnya. Itu bukanlah rumahku apa lagi kamarku.
Aku terbangun di sebuah ruangan. Di ruangan itu ada tempat tidur, sofa, akuarium, dan hiasan ikan-ikan kertas berwarna-warni bergelantungan pada seutas tali di langit-langit dan menjuntai sampai ke lantai seperti tirai. Lampu-lampu pohon natal menempel memenuhi dinding dan langit-langit. Di sudut dekat pintu terdapat TV, VCD lengkap dengan Sound System-nya.
Dalam hati aku bertanya-tanya dimana aku? Tempat apa ini? Lebih tepatnya kamar siapa ini?
Aku memperhatikan sekeliling kamar itu. Apa ini kamarku? Aku bahkan tak ingat bagaimana rupa kamarku sendiri. Semua ini begitu membingungkan. Jika ini kamarku, tak mungkin seheboh ini. Dinding bercorak bunga mawar, lantai kayu jati mulus, lampu meja berwarna-warni, dan berbagai lilin aroma terapi. Barang-barang itu sangat jauh dari kepribadianku yang dingin, kaku, pemalu, penyendiri, Silenter sejati pokoknya.

Tiba-tiba beberapa orang gadis masuk ke dalam ruangan tersebut. Aku terkejut. Dan mereka pun sama terkejutnya sepertiku. Keterkejutan mereka bukan karena melihat seorang lelaki asing berada di kamar mereka tapi mereka terkejut karena melihat raut mukaku yang terkejut. Membingungkan.
“Ada apa denganmu, Dan?” heran seorang gadis yang sepertinya penghuni kamar ini. Aku gugup, gerogi tingkat sepuluh. Keringat dingin mengucur deras di sekujur tubuhku.

Aku ingin mengatakan sesuatu tapi mulut ini kaku. Aku seperti maling yang tertangkap basah.
“Kenapa sayang? Kok kamu salah tingkah gitu?” tanyanya.
“Sebenarnya aku ada dimana? Dan kau siapa?” tanyaku gugup.
“Lho, aku kan pacarmu!” sergahnya. Hah? Pacar? Sejak kapan aku punya pacar?
“Sudah ah! Jangan pura-pura lagi. Aku mengundang teman-temanku. Kita akan pesta disini. Kita karaokean!” sahutnya mengangkat alis sambil tersenyum konyol.

Seorang temannya menyalakan VCD dan televisi itu. Aku heran dengan semua ini. Bagaimana mungkin aku... maksudku seorang pendiam seperti aku mempunyai pacar? Itu hal yang mustahil. Bagaimana mungkin ada gadis yang menyukai seorang lelaki dingin dan pendiam? Tapi aku tak mau ambil pusing. Aku menurut saja apa yang dikatakannya. Aku duduk di sofa memperhatikan apa yang akan dilakukannya.
Sebuah lagu terdengar ditelingaku. ’My Heart Will Go On’ dia menyanyi lagu itu, gadis yang mengaku sebagai pacarku. Sementara ketiga orang temannya duduk di atas ranjang sambil meminum sekaleng soda dan bermain kartu.
Dia bernyanyi di hadapanku. Memandangku lekat-lekat. Lirik demi lirik dia lantunkan. Dia menyanyi lagu itu untukku. Hanya untuk menghiburku.

Wajah gadis itu begitu cantik. Rambutnya panjang bergelombang. Dia seperti gabungan dari tiga orang gadis yang pernah aku kenal. Herlin, Santi, dan Citra. Tiga orang gadis yang pernah aku sukai namun aku tak berani untuk mengungkapkanya. Wajahnya mirip Santi, cantik dan terlihat tegas, rambutnya mirip Herlin, hitam panjang bergelombang dan berkilau indah saat lampu kelap-kelip menerangi rambutnya, dan kelakuannya yang seperti Citra, tomboy dan lucu. Bila memang benar dia itu pacarku, betapa beruntungnya aku. Selain cantik, dia lucu dan yang paling penting dia dapat menerima sikap pendiamku. Dia adalah gadis yang mengerti lelaki pendiam seperti aku.
Dia mengajakku berdiri. Bernyanyi bersamanya. Hatiku sangat sumringah. Untaian ikan kertas itu kini tampak nyata bagiku. Berenang-renang diantara tubuh kami yang berdekatan.

Dia memintaku untuk menyanyi. Aku ikut bernyanyi bersamanya tapi suaraku tak enak didengar. Aku mati kutu. Suaraku sangat jauh perbandinganya dari suaranya yang seperti Celine Dion.
Ketika aku mulai tak percaya diri, dia menghiburku. Sambil bernyanyi menggunakan mik, dia tersenyum dan mengelus daguku. Indah. Tak percaya aku. Baru kali ini aku merasa sangat senang. Aku balik memberinya ikan kertas yang tergantung. Membuktikan bahwa aku sangat mencintainya.

Suaranya sangat merdu dan indah. Aku merasa tak pantas berada dekat dengannya, menjadi seorang pacarnya. Aku terheran-heran kenapa suaranya begitu sempurna. Setelah aku dengarkan baik-baik ternyata dia Lip Sync! What the H***! ! Aku terkejut. Aku dikerjai olehnya.
“Tidak ada yang bisa menyanyi sebagus itu!” katanya. Aku dan dirinya tertawa bersama.

Waktu telah berjalan cukup lama. Dia tidur di pangkuanku. Aku seperti suaminya. Aku keberatan karena kepalanya bersandar di perutku. Beginikah rasanya punya seorang pacar atau istri, bermesra-mesraan setiap saat. Tapi, di pikiranku saat itu membosankan, merepotkan, dan membuatku malas. Aku tak punya perasaan khusus pada gadis itu. Aku hanya senang sesaat. Sepertinya kita tidak merasa bebas bila kita mempunyai seorang kekasih.

Aku menyuruhnya menyingkir dari tubuhku dan aku pun pergi dari sana. Meninggalkan seorang gadis yang jelas-jelas sangat menyukai diriku. Tapi... aku telah memilih. Mungkin dengan menjadi Silenter seutuhnya aku dapat merasakan kesenangan untuk diriku sendiri. Tanpa perlu membebankan orang lain dan memikirkan orang lain karena sesungguhnya impian seorang Silenter itu adalah mewujudkan apa yang dia inginkan tanpa perlu terpaksa. Tanpa harus menjadi orang lain untuk mendapatkan kebahagiaan.

Inspirated by mydream. Jum’at, 24 Oktober 2008
PROFIL PENULIS
Avans Cross Lines lahir di Bandung, 31 Maret 1992. Bagiku mimpi adalah inspirasi terbesarku. Mimpi adalah jembatan yang menghubungkan antara khayalan dan kenyataan dimana aku dapat dengan leluasa mengebrangi garis antara kedua dunia tersebut. Untuk sejenak ikutlah bersamaku dan lihatlah seberapa indah, seram, romantis, lucu, bahagia, maupun menegangkannya jembatan itu.
Fb: Avans ‘Dani Cross Lines
Blog: avanscrosslines.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

By :
Free Blog Templates